BIT
Untuk
mendapatkan kedalaman yang diharapkan diperlukan suatu alat yang letaknya
dipasang di ujung rangkaian pipa pemboran yang dinamakan mata bor atau bit.
Mata bor atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling bawah dari rangkaian
pipa yang langsung berhadapan dengan formasi atau batuan yang dibor. Adanya
putaran dan beban yang diperoleh dari rangkaian pipa bor di atasnya akan
menyebabkan mata bor itu menghancurkan batuan yang terletak di bawah sehingga
akan menembus semakin dalam bebatuan tersebut. Lumpur yang disirkulasikan akan
keluar melalui mata bor dan menyemprotkan langsung ke batuan yang sedang
dihancurkan di dasar luang bor. Semprotan ini akan ikut membantu menghancurkan
batuan-batuan itu. Batuan yang disemprot oleh lumpur tadi akan lebih mudah lagi
dihancurkan oleh mata bor,sehingga dengan demikian akan diperoleh laju pemboran
yang lebih cepat.
JENIS BIT
Secara umum dalam proses pemboran, pahat pemboran dapat
digolongkan menjadi empat jenis, yaitu :
Wing
Bit
Wing
bit terbuat dari sebuah nipple baja yang pada ujung bawahnya diberi sayap,
dilass kuat dengan bahan penguat. Diantara sayap-sayap terdapat lubang nozzle
untuk aliran cairan pemboran menyemprot secara kuat ke arah bawah sehingga membantu membersihakan dasar
lubang bor.
Wing
bit hanya digunakan untuk mengebor lapisan tanah yang lunak, biasanya hanya
untuk mengebor trayek conductor atau surface casing. Pemeliharaan pahat ini
cukup mudah, karena hanya melakukan rewelding dan rebuilding apabila pahat
telah aus atau rusak.
Theree
Cone Roller Rock Bit
Pahat ini mempunyai 3 buah cone bergigi-gigi yang dapat
berputar karena ditumpu dengan Roller Bearing. Gigi-gigi yang menyatu dengan cone dan
diperkeras dengan bahan pengeras disebut Mill Tooth Bit. Cone yang dipasangi
gigi-gigi yang terbuat dari Tungsten Carbide disebut Insert Bit.
Pahat bor model ini sangat banyak jenisnya, menyesuaikan
berbagai macam sifat batuan, dari lapisan yang lunak sampai yang keras. Pembuatan
bit harus sesuai dengan Standard IADC (International Association Of Drilling
Contractors) dengan code masing-masing yang dapat dikomparasikan.
Fixed
Cutter Bit
Fixed
Cutter Bit merupakan bit yang tidak mempunyai cone yang dapat berputar,
bentuknya menyerupai wing bit. Pahat ini dikenal dengan nama PDC Drill Bit
(Polycrystalline Diamond Compact) dan Natural Diamond Drill Bit, mempunyai
performance yang lebih baik dibandingakn dengan Cone Bit, dan dapat
menghasilkan interval pemboran yang panjang karena umur pemakaian juga lebih
panjang.
PDC
Bit juga dibuat berbagai ukuran, dari 2” - 5½” untuk Slim Hole dan sampai 17½”
pada pemboran biasa, bit jenis ini juga dibuat untuk lapisan tanah yang sangat
lunak sampai lapisan tanah yang sangat keras. Untuk lapisan yang lunak
mempunyai cutter yang besar-besar dan
semakin keras lapisannya semakin kecil cutternya. Pada akhir-akhir ini, pahat
jenis ini paling banyak digunakan, interval lubang bor yang terbentuk oleh tiap
pahat lebih panjang sehingga mengurangi jumlah trip rangkaian pemboran untuk
mengganti pahat.
Coring
Bit
Coring
bit adalah jenis pahat khusus yang digunakan untuk melakukan pengambilan contoh
batuan dari dasar lubang bor, lazimnya disebut pengintian. Pahat inti ini pada
bagian tengahnya berlubang sehingga ada formasi batuan yang tidak terpotong oleh
pahat dan masuk ke dalam barrel khusus daria lat pengintian dan nantinya akan
terbawa keluar dari lubang bor sewaktu mencabut rangkaian pipa.
Jenis-jenis
core bits antara lain Blade core barrel head, Tungsten Carbide Insert Core
Barrel Head, Roller Core Barrel Head, PDC Core Barrel Head, Natural Diamond
Core Barrel Head. Ukuran yang standard untuk core bit adalah : 3½” sampai
6¼”
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI LAJU PEMBORAN
Karakteristik Batuan
Beberapa
macam karakteristik batuan yang berpengaruh pada laju pemboran antara lain
adalah:
a.
Drillability
Drillability memperlihatkan tingkat kemudahan
suatu batuan untuk dibor. Pada umumnya drillability suatu batuan akan semakin
berkurang seiring bertambahnya kedalaman serta semakin kompak dan keras suatu
batuan.
b.
Hardness
Hardness suatu batuan menunjukan tingkat
ketahanan suatu batuan terhadap goresan. Mohs membuat 10 tingkat skala
kekerasan mulai dari Talc dengan tingkat kekerasan 1 sampai Intan dengan
tingkat kekerasan 10, namun secara umum kekerasan batuan dikelompokkan menjadi
tiga bagian yaitu: Batuan lunak dengan skala Mohs dibawah 4 (Fluorite), batuan
sedang dengan skala mohs antara 4 sampai 7 (Fluorite sampai Quartz) dan batuan
keras dengan skala Mohs besar dari 7 (Quartz).
c.
Abrassiveness
Abrassiveness merupakan sifat menggores dan
mengikis batuan yang dapat menyebabkan keausan pada gigi-gigi pahat. Setiap
batuan mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda. Batuan beku mempunyai
tingkat abrsivitas yang besar. Hal ini dikarenakan cutting hasil gerusan mata
bor umunya berbentuk runcing, tajam dan pipih, sehingga dibutuhkan pahat dengan
“gauge” yang punya pelindung khusus.
d.
Fracturing
Fracturing yang dimaksud merupakan rekahan
alami yang terdapat pada lapisan produktif. Ketika mata bor memasuki zona ini,
laju pemboran akan bertambah secara mendadak, kondisi ini dapat mempercepat
kerusakan pada bantalan dan ”bearing” pahat.
Pengaruh
Parameter Bor
Parameter-parameter yang dimaksud adalah:
a.
Weight
On Bit (WOB) dan Banyaknya Putaran Pahat (RPM)
WOB dan RPM merupakan faktor mekanik yang
berpengaruh langsung terhadap laju pemboran. Beban pada pahat merupakan suatu
beratan yang diberikan agar dapat menembus suatu formasi batuan. Pengaturan WOB
juga ditujukan untuk mendapatkan kondisi ”string” yang kaku sehingga mengurangi
deviasi lubang. Dalam kondisi normal,
WOB diberikan berkisar antara 60 – 80%. RPM sendiri menyatakan banyaknya
putaran pahat per menit. Peningkatan RPM yang melebihi kecepatan putaran
kritisnya akan dapat menimbulkan getaran (vibrasi) pada drill string sehingga pemboran
menjadi tidak efektif.
Jika kedua
parameter bor ini dioptimalkan, laju penetrasi akan bertambah sampai pada suatu
batas tertentu, dan apabila telah melampui batas tersebut tidak akan terjadi
peningkatan laju penetrasi.
b.
Bit Hydraulic
Faktor hidrolika
sangat berpengaruh dalam mencapai laju pemboran yang optimal. Hidrolika pahat
disini didefinisikan sebagai penggunaan debit aliran dan tenaga yang
ditimbulkan oleh semburan lumpur melalui nozzle kedalam lubang bor guna
membersihkannya dari cutting. Ada beberapa hal yang mempengaruhi hidrolika
pahat, yaitu:
1. Tenaga dan kapasitas pompa lumpur
Kemampuan kerja pompa
lumpur tergantung dari diameter liner, panjang stroke dan jumlah stroke per
menit (SPM).
2. Jet
velocity dan ukuran nozzle.
Pembersihan cutting
dari lubang bor merupakan faktor yang sangat penting. Cutting yang tertinggal
dalam lubang bor akan menyebabkan kerja pahat menjadi terganggu saat menggerus
formasi karena akan terjadi proses re-grinding. ”Jet velocity” tidak membor
lubang akan tetapi membantu membersihkan cutting dari dasar lubang. Luas
penampang nozzle sangat berpengaruh pada besar kecilnya jet velocity suatu
pahat. Semakin kecil ukuran nozzle maka akan semakin tinggi jet velocity suatu
pahat.
3. Pressure Loss pada Pahat
Besarnya ”pressure loss” pada pahat juga ditentukan oleh
nozzle yang digunakan.
4. Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)
BHHP merupakan besarnya
tenaga yang dibutuhkan untuk membersihkan lubang dari cutting, dimana besarnya
tergantung dari energi fluida yang keluar dari pahat. BHHP
ditentukan oleh jumlah tenaga yang tersedia (horse power pompa). BHHP dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut ini.
Derajat Kerusakan Pahat
Identifikasi derajat keausan
pahat dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu :
1. Kerusakan
/ keausan gigi pahat
Keausan dan ketumpulan gigi pahat dinyatakan
dalam perdelapan bagian dari ketinggian gigi pahat yang telah aus. Keausan ini
disimbolkan dengan “T” (Teeth), dimulai dari T1 sampai T8.
2. Posisi
Cone terhadap tempat kedudukannya
Posisi cone terhadap tempatnya dinyatakan
dengan notasi “B” (Bearing).
3. Pengecilan
diameter pahat
Pahat
yang telah dipakai seringkali mengalami pengecilan diameter, yang biasanya
disebabkan oleh gesekan dengan formasi, terutama formasi dengan tingkat abrsive
yang tinggi. Untuk menandai adanya pengecilan diameter pahat, digunakan notasi
“G” (gauge) dan notasi ”I” (In-gauge) bila tidak terjadi pengecilan diameter
pahat.
Kode IADC
Pada
tahun 1972 IADC membuat daftar klasifikasi ”Rolling Cutter Bit” dengan maksud
untuk mempermudah dalam pemilihan pahat. Rolling Cutter Bit atau Tree Cone Bit
terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Milled Tooth Bit
2. Tungsten Carbide Insert Bit
Kode
IADC terdiri dari tiga angka, dimana masing-masing angka menunjukkan arti yang
berbeda. Penggolongan Tree Cone Bit terdiri dari tiga angka, misalnya IADC
1.2.3, digit pertama menunjukkan jenis gigi yang terdiri lagi dari delapan
tingkatan; angka 1 sampai 3 menunjukkan jenis ”Milled Tooth”, angka 4
menunjukkan jenis pahat khusus, dan angka 5 sampai 8 menunjukkan jenis ”Insert Bit”. Digit kedua menunjukkan tingkat kekerasan
dari tiap-tiap jenis formasi yang mampu ditembus oleh pahat dengan jenis gigi
yang ditunjukkan digit pertama tadi, yaitu lunak, sedang dan keras. Sedangkan
angka ketiga menunjukkan ciri-ciri khusus bantalan dan rancangan lainnya.
Sebagai contoh: Pahat Rolling Cutter Bit dengan IADC
5.2.7 mempunyai arti sebagai berikut; angka 5 menunjukkan jenis gigi merupakan
”insert” yang digunakan untuk membor formasi lunak sampai sedang dengan
”compressive strength” batuan rendah. Angka 2 menunjukkan bahwa pahat digunakan
untuk formasi dengan kekerasan sedang. Angka 7 menunjukan bahwa pahat tersebut
dilengkapi “friction bearing” dan “gauge protection”. Penentuan bentuk gigi-gigi
pahat disesuaikan dengan formasi yang akan dibor. Untuk formasi lunak giginya
lebih panjang dan runcing dengan jumlah yang lebih sedikit serta kerucut dan
bantalannya lebih kecil, sedangkan untuk formasi yang keras bentuk giginya
lebih pendek dan besar serta kerucut dan bantalannya lebih besar.
Pada ”Tungsten Carbide” gigi-giginya
berbentuk kancing atau “button” dengan bentuk cendrung membundar. Gigi-gigi
ditanamkan pada permukaan kerucut pemotongnya. Sama halnya dengan pahat “Roller
Cone”, kemampuan penetrasi pahat PDC (Polycristalline Diamond Compat) juga
dipengaruhi oleh karakteristik batuan, beban pada pahat (WOB), banyaknya
putaran pahat per menit (RPM) serta hydrolika lumpur.
Dengan
parameter yang sesuai pahat PDC mampu lebih cepat membor formasi dibanding
dengan pahat lain, dengan konsekuensi timbulnya torsi yang besar. Torsi yang
terlalu besar dapat menimbulkan in-efisiensi biaya operasional, dimana
”footage” pahat akan semakin kecil. Untuk mereduksi torsi pada PDC ini,
dilakukan evolusi seperti memperbesar sudut ”Back rakes”, memperkecil ukuran
”cutter” serta menambahkan ”gage” khusus pada pahat.
Pahat PDC bisa di ”re-run” selama cutting
elemen yang terpakai tidak lebih dari 50%. Rusaknya ”cutter” pada pahat PDC
juga dapat disebabkan oleh perubahan formasi secara tiba-tiba, ”junk” di dalam
lubang, penambahan WOB yang berlebihan dan ”broken formation”.
Sedangkan body pahat bisa rusak karena adanya
penambahan kecepatan aliran fluida pada pahat dan abrasi akibat bergeseran
dengan material cutting yang keras. Derajat
keausan pahat PDC utamanya dilihat dari sisa ”cutter” pada pahat. Cutter yang aus dibedakan atas delapan tingkatan dengan
skala 0 sampai 8. Angka 0 menunjukkan bahwa cutter masih utuh dan belum
terpakai, sedangkan angka 8 menunjukkan cutter telah habis dipakai. Keausan
Bearing atau seals untuk pahat PDC dinotasikan dengan ”X”, sedangkan untuk
”Gauge” tetap ditentukan menggunakan dengan ”Ring Gauge” dengan notasi sebagai
berikut:
1. ”IN” digunakan jika pahat masih dalam kondisi ”In-Gauge”.
2. Sedangkan kondisi ”Undergauge” bila ukuran ”Cutter”
mendekati 1/16”.
Dalam proses pemboran diperlukan pula evaluasi pemboran
khususnya terhadap pahat atau bit
pemboran. Pengevaluasian pahat dilakukan untuk membuat proses pemboran
khususnya kerja dari pahat atu bit menjadi lebih optimal, dan semua
parameter yang dievaluasi mempengaruhi
laju penetrasi pemboran yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap biaya pemboran secara keseluruhan.
No comments:
Post a Comment