Di dalam memproduksikan minyak dan gas dari reservoir
diperlukan tubing dengan ukuran serta tekanan tertentu agar minyak dan gas
dapat mencapai konsumen. Ukuran tubing
serta tekanan dipermukaan sangat mempengaruhi besarnya produksi gas dan pada
akhimya menunjukan jumlah cadangan yang terambil (recovery). Semakin besar diameter tubing yang digunakan maka laju produksi gas akan semakin besar
namun pada kondisi tertentu akan mengakibatkan velocity aliran menurun yang akhirmya mengakibatkan cairan
terakumulasi di dasar tubing karena tidak terangkat ke permukaan.
Hal ini akan menurunkan laju produksi atau malah
mematikan sumur sehingga memperkecil recovery
yang bisa didapatkan. Untuk memilih ukuran tubing yang tepat dimana laju alir
minimum agar tidak terjadi akumulasi cairan tetap tejamin, maka dilakukan
Analisa Sistim Nodal dengan hasil yang didapatkan adalah ukuran tubing dengan
laju produksi optimum serta recovery
maksimum.
Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen,
dimana titik pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan masa
ataupun keseimbangan tekanan.
Untuk menganalisa pengaruh suatu komponen terhadap sistim
sumur secara keseluruhan, dipilih titik nodal yang terdekat dengan komponen
tersebut. Sebagai contoh apabila ingin mengetahui pengaruh ukuran jepitan di
kepala sumur atau apabila ingin diketahui pengaruh jumlah lubang perforasi
terhadap laju produksi maka dipilih titik nodal di dasar sumur.
Analisa sistim nodal ini adalah suatu prosedur untuk
memprediksi laju alirnya dan mengoptimasi berbagai komponen pada sistem sumur
tersebut dengan pemilihan jenis dan ukuran tubing
yang tepat.
Analisa Sistim Nodal Untuk Kondisi Dasar
Sumur Diperforasi
Perforasi
merupakan suatu kegiatan ketika lubang sumur siap diproduksi dan bahan peledak
merupakan bagian terpenting dari kegiatan tersebut.
Banyak pendekatan
diberikan dengan memakai analisa sistem nodal untuk menyelesaikan sistem sumur
produksi, dari batas terluar reservoir ke sandface, melewati bagian perforasi
dan komplesi ke tubing intake, dan
diatas tubing termasuk berbagai
batasan dan safety valve bawah
lubang, jepitan permukaan, pipa salur dan separator.
Ada berbagai masalah
dimana produksi sumur tidak dapat beroperasi dengan efisien, karena itu sangat
dibutuhkan analisa sistem produksi yang hati-hati. Agar analisa sistem nodal
berhasil dengan baik, maka ketelitian dan ketepatan dalam pemilihan data
reservoir sangat diperlukan dalam penyelesaiannya. Disini akan dibicarakan
mengenai ketelitian dan ketepatan data tersebut dan bagaimana pengaruhnya
terhadap laju alir total suatu sistem sumur produksi pada penyelesaian analisa
sistem nodal.
Untuk arah
perhitungannya tidak berbeda dengan kondisi dasar sumur open hole, hanya saja ditambahkan perhitungan kehilangan tekanan
sepanjang perforasi.
Prosedur Perhitungan Analisa Sistim Nodal
Untuk Kondisi Dasar Sumur Diperforasi
Perhitungan perbandingan gas cairan
optimum yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan analisa sisitim nodal,
dengan mengambil titik nodal di dasar sumur. Pada perhitungan ini, ditentukan
kurva tubing untuk berbagai
perbandingan gas cairan. Perpotongan antara kurva-kurva tubing tersebut dengan kurva IPR menunjukkan laju produksi yang
dihasilkan. Berdasarkan titik-titik potong tersebut dapat dibuat hubungan
antara laju produksi terhadap perbandingan gas cairan. Secara grafis hubungan
tersebut terbentuk cembung ke atas, dengan demikian terdapat titik maksimum
untuk laju produksi pada suatu harga perbandingan gas cairan tertentu, yang
disebut sebagai perbandingan gas cairan optimum.
Pembuatan kurva-kurva tubing tersebut dalam analisa sistim
nodal dapat dilakukan dengan menggunakan :
- Kurva Pressure Traverse
Cara ini cukup sederhana ini cukup sederhana, hanya saja diperlukan
pressure traverse lengkap yang dibuat
khusus untuk lapangan.
- Korelasi Kehilangan Tekanan Aliran Dalam Tubing
Cara ini memerlukan
komputer dan perlu dilakukan perhitungan dan analisa awal yang diperlukan untuk
menentukan jenis korelasi yang sesuai dengan keadaan lapangan memerlukan
komputer dan perlu dilakukan perhitungan dan analisa awal yang diperlukan untuk
menentukan jenis korelasi yang sesuai dengan keadaan lapangan.
Langkah-Langkah
Perhitungan Analisa Sistim Nodal Untuk Kondisi Dasar Sumur Diperforasi
Langkah 1 : Siapkan data penunjang yaitu :
§ Kedalaman
sumur (D)
§ Panjang
pipa salur (L)
§ Diameter
tubing (dt)
§ Diameter
pipa salur (dp)
§ Diameter
lubang bor
§ Diameter
dalam casing
§ Kadar
air (KA)
§ Perbandingan
gas cairan (GLR)
§ Tekanan
Separator (Psep)
§ Kurva
IPR
§ Indeks
Produktivitas
§ Tebal
formasi produktif (ft)
§ Viscositas
minyak
§ Densitas
minyak
§ Permeabilitas
formasi produktif (md)
§ Kerapatan
perforasi per foot (SPF)
§ Panjang
lubang perforasi (inch)
§ Jari-jari
lubang perforasi (inch)
§ Teknik
perforasi (overbalanced atau underbalanced)
Langkah
2 : Pada kertas grafik kartesian,
membuat sistim koordinasi dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi
pada sumbu datar.
Langkah
3 : Berdasarkan
uji tekanan dan produksi terbaru atau berdasarkan peramalan kurva IPR , memplotkan
kurva IPR pada kertas grafik di langkah 2. Tekanan alir dasar sumur yang
diperoleh dari peramalan kurva IPR merupakan tekanan dipermukaan formasi
produksi (sandface).
Langkah
4 : Mengambil
laju produksi tertentu yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada
grafik pressure traverse baik untul
aliran horizontal maupun untuk aliran vertikal.
Langkah 5 : Berdasarkan
pada qt, dp dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran horizontal.
Langkah 6 : Memilih
garis gradien aliran berdasarkan perbandingan gas cairan (GLR). Seringkali
perlu dilakukan interpolasi apabila garis-garis aliran untuk GLR yang diketahui
tidak tercantum.
Langkah 7 : Berdasarkan
garis gradien aliran pada pressure
traverse tersebut, tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan
upstream) dari Psep (tekanan downstream).
Langkah 8 : Dari
harga qt, dt, dan KA memilih grafik pressure traverse untuk aliran vertikal.
Langkah 9 : Memilih
garis gradien aliran untuk GLR yang diketahui. Apabila garis gradien aliran
untuk harga tersebut tidak tercantum, lakukan interpolasi.
Langkah 10 : Menggunakan
harga Pwh di langkah 7 (Pwh = tekanan downstream) untuk menentukan tekanan
alir dasar sumur (Pwf = tekanan upstream).
Langkah 11 : Mengulangi
langkah 4 sampai dengan 10 untuk harga laju produksi yang lain. Dengan demikian
akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwf.
Langkah 12 : Menghitung
tekanan dasar sumur di permukaan formasi produktif (sandface), berdasarkan harga laju produksi yang digunakan di
langkah 4 sampai dengan 10.
Langkah 13 : Menghitung
perbedaan tekanan di dasar sumur, antara tekanan di permukaan formasi produktif
dan di kaki tubing, yaitu tekanan di
dasar sumur dari langkah 12 dikurangi dengan tekanan sumur dikurangi dengan
tekanan di dasar sumur dari langkah 11, pada harga laju produksi yang sama. Plotkan antara laju produksi dengan perbedaan tekanan di
dasar sumur tersebut.
Langkah
14 : Berdasarkan
data perforasi, hitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi, pada beberapa
laju produksi dengan menggunakan prosedur.
Langkah
15 : Memplotkan
perbedaan tekanan (kehilangan tekanan) terhadap laju produksi pada kertas grafik yang sama dengan plot di
langkah 13.
Langkah
16 : Perpotongan
kurva dari langkah 13 dengan kurva pada langkah 15 (kurva kehilangan tekanan
dalam perforasi menunjukkan laju produksi yang diperoleh pada kerapatan
perforasi yang dimaksud.
Langkah
17 : Dengan
mengubah harga kerapatan perforasi maka
dapat ditentukan kerapatan perforasi yang optimum
Contoh
soal analisa sistim nodal dengan titik nodal di dasar sumur untuk kondisi
lubang sumur diperforasi
Diketahui
:
§ Panjang
pipa salur =
3000 ft
§ Diameter
pipa salur =
2 dan 2,5 inch
§ Kedalaman
sumur =
5000 ft
§ Diameter
tubing = 2 3/8”
§ Kadar
air =
0
§ Perbandingan
gas cairan (GLR) = 400 SCF/bbl
§ Tekanan
statik =
2200 psi
§ Tekanan
separator =
100 psi
§ Tebal
formasi produktif =
20 ft
§ Permeabilitas
formasi (Kf) = 162 md
§ Kerapatan
perforasi = 2, 4,
6, 8, 10, 12 SPF
§ Panjang
lubang perforasi (Lp) = 11,6 inch
§ Diameter
lubang perforasi = 0,51 inch
§ Diameter
lubang bor = 9,875 inch
§ Diameter
dalam casing = 6,875 inch
§ Faktor
volume formasi minyak (Bo) = 1,083
bbl/STB
§ Viskositas
minyak ) = 2,5 cp
§ Indeks
Produktivitas (PI) = 1, 0 STB/Day
§ Densitas
minyak () =
30,0 lbm/cuft
§ Teknik
perforasi = overbalance
Penyelesaian
:
-
Menghitung permeabilitas zona terkompaksi
-
Menghitung koefisien turbulensi
-
Menghitung jari-jari zona terkompaksi -
Menghitung panjang lubang perforasi di belakang casing
-
Menghitung konstanta aliran laminer C dan D, yaitu :
- Substitusikan konstanta C dan D
Pwfs – Pwf = C (q) + D (q2) (Persamaan 2.7)
Pwfs – Pwf = 30,443 q + 0,024621 q2
- Menghitung jumlah lubang perforasi di seluruh interval perforasi :
Perforasi = Tebal formasi produktif x Kerapatan
formasi (Persamaan 2.8)
Perforasi = 20 x 2
= 40 perforasi
=
20 x 4 = 80 perforasi
= 20 x 6
= 120 perforasi
= 20 x 8
= 160 perforasi
= 20 x 10 = 200 perforasi
= 20 x 12 = 240 perforasi
- Persamaan pada langkah 6 akan digunakan untuk menghitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi
q =
200 STB/Day dengan kerapatan perforasi =
4 SPF
q/perf
= 200/80 = 2,5 STB/Day
Kehilangan tekanan sepanjang perforasi (dp) :
Pwfs – Pwf = 30,443 q + 0,024621 q2
Pwfs – Pwf = 30,443 (2,5) + 0,024621 (2,5)2 =
76,26
Laju
Produksi
|
2 SPF
|
4 SPF
|
6 SPF
|
|||
q/perf
|
Dp
|
q/perf
|
Dp
|
q/perf
|
dp
|
|
200
|
5
|
152,83
|
2,5
|
76,26
|
1,67
|
50,91
|
400
|
10
|
306,89
|
5
|
152,83
|
3,33
|
101,65
|
600
|
15
|
462,18
|
7,5
|
229,71
|
5
|
152,83
|
800
|
20
|
618,71
|
10
|
306,89
|
6,67
|
204,15
|
1000
|
25
|
776,46
|
12,5
|
384,38
|
8,33
|
255,30
|
1500
|
37,5
|
1176,24
|
18,75
|
579,46
|
12,5
|
384,38
|
Tabel 2.1
Laju
Produksi
|
8 SPF
|
10
SPF
|
12
SPF
|
|||
q/perf
|
Dp
|
q/perf
|
Dp
|
q/perf
|
dp
|
|
200
|
1,25
|
38,09
|
1
|
30,47
|
0,833
|
25,38
|
400
|
2,5
|
76,26
|
2
|
60,98
|
1,67
|
50,91
|
600
|
3,75
|
114,51
|
3
|
91,55
|
2,5
|
76,26
|
800
|
5
|
152,83
|
4
|
122,17
|
3,33
|
101,65
|
1000
|
6,25
|
191,23
|
5
|
152,83
|
4,167
|
127,28
|
1500
|
9,375
|
287,57
|
7,5
|
229,71
|
6,25
|
191,23
|
Tabel 2.2
Berdasarkan data-data PI = 1,0 dan Ps = 2200 psi, menghitung harga Pwf pada berbagai q (anggapan) yaitu sebagai berikut :
Q
(Anggapan) (bbl/Day)
|
Pwf
(Psi)
|
200
|
2000
|
400
|
1800
|
600
|
1600
|
800
|
1400
|
1000
|
1200
|
1500
|
700
|
Tabel
2.3
Berdasarkan hasil perhitungan kehilangan tekanan
sepanjang pipa salur dan tubing, maka
untuk ukuran tubing 2 inch harga laju
produksi sebagai berikut :
Q
(Anggapan) (bbl/Day)
|
PSeparator
|
Pwh
(Psi)
|
Pwf
(Psi)
|
200
|
100
|
115
|
750
|
400
|
100
|
140
|
880
|
600
|
100
|
180
|
1030
|
800
|
100
|
230
|
1190
|
1000
|
100
|
275
|
1370
|
1500
|
100
|
420
|
1840
|
Tabel
2.4
Pada
tabel 2.4 di atas, tekanan separator diketahui sebagai acuan untuk menentukan
nilai Pwh dengan menggunakan kurva traverse yang horizontal dan begitu pula
setelah Pwh didapatkan maka dijadikan acuan untuk menentukan nilai Pwf dengan
menggunakan kurva traverse yang vertikal.
Q
(Anggapan) (bbl/Day)
|
Pwfs
(Psi)
|
Pwf
(Psi)
|
Beda
Tekanan (Psi)
|
200
|
2000
|
750
|
1250
|
400
|
1800
|
880
|
920
|
600
|
1600
|
1030
|
570
|
800
|
1400
|
1190
|
210
|
1000
|
1200
|
1370
|
-
|
1500
|
700
|
1840
|
-
|
Tabel
2.5
Pada tabel
2.5 di atas, nilai Pwfs didapatkan dari hasil perhitungan rumus IPR 1 fasa dan
nilai Pwf didapatkan dari nilai Pwh yang
dijadikan acuan untuk menentukan nilai Pwf. Untuk beda tekanan
didapatkan dari selisih anatara Pwfs dan Pwf.
Pwfs
- Pwf (Psi)
|
Beda
Tekanan (Psi)
|
2000 - 750
|
1250
|
1800 - 880
|
920
|
1600 - 1030
|
570
|
1400 - 1190
|
210
|
1200 - 1370
|
-
|
700 - 1840
|
-
|
Tabel
2.6
Berdasarkan hasil perhitungan kehilangan tekanan
sepanjang pipa salur dan tubing, maka
untuk ukuran tubing 2,5 inch harga
laju produksi sebagai berikut:
q
(Anggapan) (bbl/Day)
|
PSeparator
|
Pwh
(Psi)
|
Pwf
(Psi)
|
200
|
100
|
115
|
650
|
400
|
100
|
140
|
770
|
600
|
100
|
180
|
880
|
800
|
100
|
230
|
1045
|
1000
|
100
|
275
|
1190
|
1500
|
100
|
420
|
1535
|
Tabel
2.7
Pada tabel 2.7 di atas, tekanan separator diketahui
sebagai acuan untuk menentukan nilai Pwh dengan menggunakan kurva traverse yang
horizontal dan begitu pula setelah Pwh didapatkan maka dijadikan acuan untuk
menentukan nilai Pwf dengan menggunakan kurva traverse yang vertikal.
Q
(Anggapan) (bbl/Day)
|
Pwfs
|
Pwf
(Psi)
|
Beda
Tekanan (Psi)
|
200
|
2000
|
650
|
1350
|
400
|
1800
|
770
|
1030
|
600
|
1600
|
880
|
720
|
800
|
1400
|
1045
|
355
|
1000
|
1200
|
1190
|
10
|
1500
|
700
|
1535
|
Tabel
2.8
Pada tabel 2.8 di
atas, nilai Pwfs didapatkan dari hasil perhitungan rumus IPR 1 fasa dan nilai
Pwf didapatkan dari nilai Pwh yang
dijadikan acuan untuk menentukan nilai Pwf. Untuk beda tekanan
didapatkan dari selisih anatara Pwfs dan Pwf.
Berdasarkan
gambar kurva 1 telah didapatkan laju produksi untuk ukuran tubing 2 inch dan 2,5 inch dengan kerapatan formasi 2, 4, 6, 8, 10,
12 SPF sebagai berikut :
UKURAN TUBING
|
KERAPATAN FORMASI
|
|||||
2 SPF
|
4 SPF
|
6 SPF
|
8 SPF
|
10 SPF
|
12 SPF
|
|
2 Inch
|
642 Stb/Day
|
755
Stb/Day
|
805
Stb/Day
|
828
Stb/Day
|
845
Stb/Day
|
858
Stb/Day
|
2,5 Inch
|
698
Stb/Day
|
823
Stb/Day
|
875
Stb/Day
|
905
Stb/Day
|
925
Stb/Day
|
938
Stb/Day
|
Tabel
2.9
Berdasarkan
tabel 2.9 ukuran tubing serta tekanan
dipermukaan sangat mempengaruhi besarnya produksi gas dan pada akhimya
menunjukan jumlah cadangan yang terambil (recovery).
Semakin
besar diameter tubing yang digunakan
maka laju produksi gas akan semakin besar.
No comments:
Post a Comment