Drilling

Membahas Tentang Pemboran Minyak Dan Alat-Alatnya.

Jul 7, 2018

NODAL


Di dalam memproduksikan minyak dan gas dari reservoir diperlukan tubing dengan ukuran serta tekanan tertentu agar minyak dan gas dapat mencapai konsumen. Ukuran tubing serta tekanan dipermukaan sangat mempengaruhi besarnya produksi gas dan pada akhimya menunjukan jumlah cadangan yang terambil (recovery). Semakin besar diameter tubing yang digunakan maka laju produksi gas akan semakin besar namun pada kondisi tertentu akan mengakibatkan velocity aliran menurun yang akhirmya mengakibatkan cairan terakumulasi di dasar tubing karena tidak terangkat ke permukaan.
Hal ini akan menurunkan laju produksi atau malah mematikan sumur sehingga memperkecil recovery yang bisa didapatkan. Untuk memilih ukuran tubing yang tepat dimana laju alir minimum agar tidak terjadi akumulasi cairan tetap tejamin, maka dilakukan Analisa Sistim Nodal dengan hasil yang didapatkan adalah ukuran tubing dengan laju produksi optimum serta recovery maksimum.
Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen, dimana titik pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan masa ataupun keseimbangan tekanan.
Untuk menganalisa pengaruh suatu komponen terhadap sistim sumur secara keseluruhan, dipilih titik nodal yang terdekat dengan komponen tersebut. Sebagai contoh apabila ingin mengetahui pengaruh ukuran jepitan di kepala sumur atau apabila ingin diketahui pengaruh jumlah lubang perforasi terhadap laju produksi maka dipilih titik nodal di dasar sumur.  
Analisa sistim nodal ini adalah suatu prosedur untuk memprediksi laju alirnya dan mengoptimasi berbagai komponen pada sistem sumur tersebut dengan pemilihan jenis dan ukuran tubing yang tepat.

      Analisa Sistim Nodal Untuk Kondisi Dasar Sumur Diperforasi
Perforasi merupakan suatu kegiatan ketika lubang sumur siap diproduksi dan bahan peledak merupakan bagian terpenting dari kegiatan tersebut.
Banyak pendekatan diberikan dengan memakai analisa sistem nodal untuk menyelesaikan sistem sumur produksi, dari batas terluar reservoir ke sandface, melewati bagian perforasi dan komplesi ke tubing intake, dan diatas tubing termasuk berbagai batasan dan safety valve bawah lubang, jepitan permukaan, pipa salur dan separator.
Ada berbagai masalah dimana produksi sumur tidak dapat beroperasi dengan efisien, karena itu sangat dibutuhkan analisa sistem produksi yang hati-hati. Agar analisa sistem nodal berhasil dengan baik, maka ketelitian dan ketepatan dalam pemilihan data reservoir sangat diperlukan dalam penyelesaiannya. Disini akan dibicarakan mengenai ketelitian dan ketepatan data tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap laju alir total suatu sistem sumur produksi pada penyelesaian analisa sistem nodal.
Untuk arah perhitungannya tidak berbeda dengan kondisi dasar sumur open hole, hanya saja ditambahkan perhitungan kehilangan tekanan sepanjang perforasi.

      Prosedur Perhitungan Analisa Sistim Nodal Untuk Kondisi Dasar Sumur Diperforasi
            Perhitungan perbandingan gas cairan optimum yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan analisa sisitim nodal, dengan mengambil titik nodal di dasar sumur. Pada perhitungan ini, ditentukan kurva tubing untuk berbagai perbandingan gas cairan. Perpotongan antara kurva-kurva tubing tersebut dengan kurva IPR menunjukkan laju produksi yang dihasilkan. Berdasarkan titik-titik potong tersebut dapat dibuat hubungan antara laju produksi terhadap perbandingan gas cairan. Secara grafis hubungan tersebut terbentuk cembung ke atas, dengan demikian terdapat titik maksimum untuk laju produksi pada suatu harga perbandingan gas cairan tertentu, yang disebut sebagai perbandingan gas cairan optimum.
            Pembuatan kurva-kurva tubing tersebut dalam analisa sistim nodal dapat dilakukan dengan menggunakan :
  1. Kurva Pressure Traverse
Cara ini cukup sederhana ini cukup sederhana, hanya saja diperlukan pressure traverse lengkap yang dibuat khusus untuk lapangan.
  1. Korelasi Kehilangan Tekanan Aliran Dalam Tubing
Cara ini memerlukan komputer dan perlu dilakukan perhitungan dan analisa awal yang diperlukan untuk menentukan jenis korelasi yang sesuai dengan keadaan lapangan memerlukan komputer dan perlu dilakukan perhitungan dan analisa awal yang diperlukan untuk menentukan jenis korelasi yang sesuai dengan keadaan lapangan.

       Langkah-Langkah Perhitungan Analisa Sistim Nodal Untuk Kondisi Dasar Sumur Diperforasi
            Langkah 1       :  Siapkan data penunjang yaitu :
§  Kedalaman sumur (D)
§  Panjang pipa salur (L)
§  Diameter tubing (dt)
§  Diameter pipa salur (dp)
§  Diameter lubang bor
§  Diameter dalam casing
§  Kadar air (KA)
§  Perbandingan gas cairan (GLR)
§  Tekanan Separator (Psep)
§  Kurva IPR
§  Indeks Produktivitas
§  Tebal formasi produktif (ft)
§  Viscositas minyak
§  Densitas minyak
§  Permeabilitas formasi produktif (md)
§  Kerapatan perforasi per foot (SPF)
§  Panjang lubang perforasi (inch)
§  Jari-jari lubang perforasi (inch)
§  Teknik perforasi (overbalanced atau underbalanced)
Langkah 2       : Pada kertas grafik kartesian, membuat sistim koordinasi dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.
Langkah 3       :  Berdasarkan uji tekanan dan produksi terbaru atau berdasarkan peramalan kurva IPR , memplotkan kurva IPR pada kertas grafik di langkah 2. Tekanan alir dasar sumur yang diperoleh dari peramalan kurva IPR merupakan tekanan dipermukaan formasi produksi (sandface).
Langkah 4       :  Mengambil laju produksi tertentu yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse baik untul aliran horizontal maupun untuk aliran vertikal.
Langkah 5       :  Berdasarkan pada qt, dp dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran horizontal.
Langkah 6       :  Memilih garis gradien aliran berdasarkan perbandingan gas cairan (GLR). Seringkali perlu dilakukan interpolasi apabila garis-garis aliran untuk GLR yang diketahui tidak tercantum.
Langkah 7       :  Berdasarkan garis gradien aliran pada pressure traverse tersebut, tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan upstream) dari Psep (tekanan downstream).
Langkah 8       :  Dari harga qt, dt, dan KA memilih grafik pressure traverse untuk aliran vertikal.
Langkah 9       : Memilih garis gradien aliran untuk GLR yang diketahui. Apabila garis gradien aliran untuk harga tersebut tidak tercantum, lakukan interpolasi.
Langkah 10     :  Menggunakan harga Pwh di langkah 7 (Pwh = tekanan downstream) untuk menentukan tekanan alir dasar sumur (Pwf = tekanan upstream).
Langkah 11     :  Mengulangi langkah 4 sampai dengan 10 untuk harga laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga q­t terhadap Pwf.
Langkah 12     :  Menghitung tekanan dasar sumur di permukaan formasi produktif (sandface), berdasarkan harga laju produksi yang digunakan di langkah 4 sampai dengan 10.
Langkah 13     :  Menghitung perbedaan tekanan di dasar sumur, antara tekanan di permukaan formasi produktif dan di kaki tubing, yaitu tekanan di dasar sumur dari langkah 12 dikurangi dengan tekanan sumur dikurangi dengan tekanan di dasar sumur dari langkah 11, pada harga laju produksi yang sama. Plotkan antara laju produksi dengan perbedaan tekanan di dasar sumur tersebut.
Langkah 14     :  Berdasarkan data perforasi, hitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi, pada beberapa laju produksi dengan menggunakan prosedur.
Langkah 15     :  Memplotkan perbedaan tekanan (kehilangan tekanan) terhadap laju produksi  pada kertas grafik yang sama dengan plot di langkah 13.
Langkah 16     :  Perpotongan kurva dari langkah 13 dengan kurva pada langkah 15 (kurva kehilangan tekanan dalam perforasi menunjukkan laju produksi yang diperoleh pada kerapatan perforasi yang dimaksud.
Langkah 17     :  Dengan mengubah harga kerapatan  perforasi maka dapat ditentukan kerapatan perforasi yang optimum
Contoh soal analisa sistim nodal dengan titik nodal di dasar sumur untuk kondisi lubang sumur diperforasi
Diketahui :
§  Panjang pipa salur                                    = 3000 ft
§  Diameter pipa salur                                   = 2 dan 2,5 inch
§  Kedalaman sumur                                                = 5000 ft
§  Diameter tubing                                        = 2 3/8
§  Kadar air                                                   = 0
§  Perbandingan gas cairan  (GLR)              = 400 SCF/bbl
§  Tekanan statik                                          = 2200 psi
§  Tekanan separator                                    = 100 psi
§  Tebal formasi produktif                             = 20 ft
§  Permeabilitas formasi  (Kf)                       = 162 md
§  Kerapatan perforasi                                  = 2, 4, 6, 8, 10, 12 SPF
§  Panjang lubang perforasi (Lp)                  = 11,6 inch
§  Diameter lubang perforasi                        = 0,51 inch
§  Diameter lubang bor                                 = 9,875 inch
§  Diameter dalam casing                             = 6,875 inch
§  Faktor volume formasi minyak (Bo)        = 1,083 bbl/STB
§  Viskositas minyak )                            = 2,5 cp
§  Indeks Produktivitas (PI)                          = 1, 0 STB/Day
§  Densitas minyak ()                              = 30,0 lbm/cuft
§  Teknik perforasi                                        = overbalance
Penyelesaian :


  1. Text Box: Kc = 0,1 x Kf      (Persamaan 2.1)
      = 0,1 (162) = 16,2 md

    Menghitung permeabilitas zona terkompaksi



  1. Text Box:        (Persamaan 2.2)
      =821,77 x 106

    Menghitung koefisien turbulensi



  1. Text Box:   ……Persamaan 2.3
 = 0,0629 ft

    Menghitung jari-jari zona terkompaksi


  2. Text Box: Lp  =  Panjang Lubang Perforasi –  
Lp  = 11,6 -   inch = 0,842 ft      (Persamaan 2.4)

    Menghitung panjang lubang perforasi di belakang casing



  1. Text Box: C =   (Persamaan 2.5)

C =   = 30,443

    Menghitung konstanta aliran laminer C dan D, yaitu :


Text Box: D =    (Persamaan 2.6)
D = 
D = 0,024621


  1. Substitusikan konstanta C dan D
Pwfs – Pwf = C (q) + D (q2)               (Persamaan 2.7)
Pwfs – Pwf = 30,443 q + 0,024621 q2




  1. Menghitung jumlah lubang perforasi di seluruh interval perforasi :
Perforasi   = Tebal formasi produktif x Kerapatan formasi   (Persamaan 2.8)
Perforasi   = 20 x 2   =   40 perforasi
                                 = 20 x 4   =   80 perforasi
                     = 20 x 6   = 120 perforasi
                     = 20 x 8   = 160 perforasi
                     = 20 x 10 = 200 perforasi
                     = 20 x 12 = 240 perforasi

  1. Persamaan pada langkah 6 akan digunakan untuk menghitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi
q = 200 STB/Day  dengan kerapatan perforasi = 4 SPF
q/perf = 200/80 = 2,5 STB/Day
Kehilangan tekanan sepanjang perforasi (dp) :
Pwfs – Pwf = 30,443 q + 0,024621 q2
Pwfs – Pwf = 30,443 (2,5) + 0,024621 (2,5)2 = 76,26







Laju Produksi
2 SPF
4 SPF
6 SPF
q/perf
Dp
q/perf
Dp
q/perf
dp
200
5
152,83
2,5
76,26
1,67
50,91
400
10
306,89
5
152,83
3,33
101,65
600
15
462,18
7,5
229,71
5
152,83
800
20
618,71
10
306,89
6,67
204,15
1000
25
776,46
12,5
384,38
8,33
255,30
1500
37,5
1176,24
18,75
579,46
12,5
384,38
Tabel 2.1

Laju Produksi
8 SPF
10 SPF
12 SPF
q/perf
Dp
q/perf
Dp
q/perf
dp
200
1,25
38,09
1
30,47
0,833
25,38
400
2,5
76,26
2
60,98
1,67
50,91
600
3,75
114,51
3
91,55
2,5
76,26
800
5
152,83
4
122,17
3,33
101,65
1000
6,25
191,23
5
152,83
4,167
127,28
1500
9,375
287,57
7,5
229,71
6,25
191,23
Tabel 2.2







Berdasarkan data-data PI = 1,0 dan Ps = 2200 psi, menghitung harga Pwf pada berbagai q (anggapan) yaitu sebagai berikut :


Q (Anggapan) (bbl/Day)
Pwf (Psi)
200
2000
400
1800
600
1600
800
1400
1000
1200
1500
700
Tabel 2.3

Berdasarkan hasil perhitungan kehilangan tekanan sepanjang pipa salur dan tubing, maka untuk ukuran tubing 2 inch harga laju produksi sebagai berikut :
Q (Anggapan) (bbl/Day)
PSeparator
Pwh (Psi)
Pwf (Psi)
200
100
115
750
400
100
140
880
600
100
180
1030
800
100
230
1190
1000
100
275
1370
1500
100
420
1840
Tabel 2.4
            Pada tabel 2.4 di atas, tekanan separator diketahui sebagai acuan untuk menentukan nilai Pwh dengan menggunakan kurva traverse yang horizontal dan begitu pula setelah Pwh didapatkan maka dijadikan acuan untuk menentukan nilai Pwf dengan menggunakan kurva traverse yang vertikal.

Q (Anggapan) (bbl/Day)
Pwfs (Psi)
Pwf (Psi)
Beda Tekanan (Psi)
200
2000
750
1250
400
1800
880
920
600
1600
1030
570
800
1400
1190
210
1000
1200
1370
-
1500
700
1840
-
Tabel 2.5
            Pada tabel 2.5 di atas, nilai Pwfs didapatkan dari hasil perhitungan rumus IPR 1 fasa dan nilai Pwf didapatkan dari nilai Pwh yang  dijadikan acuan untuk menentukan nilai Pwf. Untuk beda tekanan didapatkan dari selisih anatara Pwfs dan Pwf.
Pwfs - Pwf (Psi)
Beda Tekanan (Psi)
2000 - 750
1250
1800 - 880
920
1600 - 1030
570
1400 - 1190
210
1200 - 1370
-
700 - 1840
-
Tabel 2.6
Berdasarkan hasil perhitungan kehilangan tekanan sepanjang pipa salur dan tubing, maka untuk ukuran tubing 2,5 inch harga laju produksi sebagai berikut:
q (Anggapan) (bbl/Day)
PSeparator
Pwh (Psi)
Pwf (Psi)
200
100
115
650
400
100
140
770
600
100
180
880
800
100
230
1045
1000
100
275
1190
1500
100
420
1535
Tabel 2.7
Pada tabel 2.7 di atas, tekanan separator diketahui sebagai acuan untuk menentukan nilai Pwh dengan menggunakan kurva traverse yang horizontal dan begitu pula setelah Pwh didapatkan maka dijadikan acuan untuk menentukan nilai Pwf dengan menggunakan kurva traverse yang vertikal.




Q (Anggapan) (bbl/Day)
Pwfs
Pwf (Psi)
Beda Tekanan (Psi)
200
2000
650
1350
400
1800
770
1030
600
1600
880
720
800
1400
1045
355
1000
1200
1190
10
1500
700
1535

Tabel 2.8
Pada tabel 2.8  di atas, nilai Pwfs didapatkan dari hasil perhitungan rumus IPR 1 fasa dan nilai Pwf didapatkan dari nilai Pwh yang  dijadikan acuan untuk menentukan nilai Pwf. Untuk beda tekanan didapatkan dari selisih anatara Pwfs dan Pwf.












            Berdasarkan gambar kurva 1 telah didapatkan laju produksi untuk ukuran tubing 2 inch dan 2,5 inch dengan kerapatan formasi 2, 4, 6, 8, 10, 12 SPF sebagai berikut :
UKURAN TUBING
KERAPATAN FORMASI
2 SPF
4 SPF
6 SPF
8 SPF
10 SPF
12 SPF
2 Inch
642 Stb/Day
755
Stb/Day
805
Stb/Day
828
Stb/Day
845
Stb/Day
858
Stb/Day
2,5 Inch
698
Stb/Day
823
Stb/Day
875
Stb/Day
905
Stb/Day
925
Stb/Day
938
Stb/Day
Tabel 2.9
            Berdasarkan tabel 2.9 ukuran tubing serta tekanan dipermukaan sangat mempengaruhi besarnya produksi gas dan pada akhimya menunjukan jumlah cadangan yang terambil (recovery). Semakin besar diameter tubing yang digunakan maka laju produksi gas akan semakin besar.

No comments:

Post a Comment